Chanel Dorotheus Odjan Soge
Bagiku hidup adalah bingkisan senyum di bibirmu, mati demi ikatan persahabatan kita adalah hal terindah yang akan kugoreskan pada buku harianku dikeabadian, ijinkan aku mengantikan mu, menyalakan lilin didepanNya, sebagai akhir sebuah pelayaran dengan sampan kita.
Pagi itu sudah kurasakan bahwa Suasana tak bersahabat, matahari seakan ragu untuk memulai persiaraannya yang sudah lasim dilakukannya. Sedikit kegelisahan bergejolak mengikis setiap denyut nadi yang ada padaku. Firasat apa ini Tuhan ku, gumanku. sembari mempercepat langkahku menuju bangunan tua itu, bangunan tua yang terletak dipingiran kota itu.
Banyak tawa dan senyum yang kudapatkan ketika aku ada dalam balutan bangunan tua itu, sejuk senyumnya senantiasa menghiasi perjuanganku meraih sesuatu yang gemilang dihari nanti, aku dan dia dalam balutan pitih abu-abu yang merupakan kekhasan dari gedung tua ini.
Akhirnya aku tiba digedung tua itu, yang sudah sepi. Siswa dan siswi telah berada dalam kelas mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian, yang dilaksanakan pada hari itu, entah ujian itu sudah berlangsung atau belum, aku tak tahu, yang kutahu pasti bahwa hari ini aku terlambat.
Mampus aku, ketika kutatap raut penjaga sekolah yang seakan ingin menelanku hidup-hidup sial, unluckly day for me. oh my God, hatiku. Jalan satu-satu yang dapat kuambil saat itu adalah malas tau dan seakan tak pernah tahu dengan apa yang sedang kualami saat itu, kuputuskan untuk berlari dan meninggalkan seraut wajah pemangsa manusia itu, untuk cepat tiba dikelasku.
‘keluar lubang buaya masuk lubang ular”, lepas dari penjaga sekolah, dan kemudian bertemu pengawas yang raut wajahnya tak berbeda dengan penjaga sekolah, Tuhan kenapa kau ciptakan manusia-manusia dengan potongan seperti ini. Gumanku.
Perdebatan yang berakhir dengan sedikit dispensasi terjadi, akupun bergerak perlahan ketempat ku diiringi hujanan tatapan aneh. yang dilempahkan padaku dari penghuni kelas itu. kini aku telah berada ditempatku dan mulai mengerjakan butir demi butir soal ujian itu. aku begitu serius dengan soal yang ada didepanku, membuat aku tak sadar bahwa tempat disebelahku juga kosong. Dimana sahabatku ini? apakah dia juga terlambat namun kupikir tidak, rumahnya tidak begitu jauh dari rumah, dan pernah kutemui bibit-bibit kemalasan dari pribadinya, sejak masa taman kanak-kanak. Kucoba kuatkan hatiku dengan pemikiran bahwa ia terlambat, karena sesuatu yang lain kurasakan dalam hati ketika aku tahu, bahwa bangku disebelahku belum berpenghuni, kegelisahan semakin memuncak dalam hatiku ketika lonceng dibunyikan sebagai tanda bahwa waktu ujiannya telah berakhir dan bangku disebelahku juga belum berpenghuhi, karena hari itu hanya ada satu bidang studi yang diujikan, maka kami sudah di ijinkan utuk pulang, dengan hati yang mulai gelisah aku kuraih tasku. Dan mulai untuk menghimpun data tentang ketidakhadiran Bunga pada hari ini, apalagi hari ini ada perlombaan meraih tiket masa depan, siap yang layak dan siapa yang tidak memperoleh tiket itu, kurasa Bunga layak memperolehnya, namun walaupun layak tapi kalau tak ikut perlombaan sama saja dengan kalah,kesimpulannya sangat jelas. Teman seperjalan ku dalam menamkan benih pengetahua dibangku pendidkan sekaligus teman seperjalanaku kesekolah dan kekatedral tak bersamaku hari ini kenapa ? tanyakku dengan kapsitas kegelisahan hati yang semakin meningkat.
Ditengah hiruk pikuknya manusia dengan berbalut busana putih abu-abu, ditengah hiruk pikuknya daya kerja otak yang memikirkan kenapa Bunga tak masuk. Dengan samar kudengar ada yang mengaumkan namaku dari kejauhan, kupikir bunga yang memangilku namun ternyata ada sesuatu tentang bunga yang mau disampaikan kepadaku. Sesutu tentang bunga ini semakin memperkuat rasaku bahwa kegelisan dan firasat itu mulai bergerak menuju sebuah kebenaran yang mutlak. Data tentang sahabatku telah kuperoleh, jawaban atas kegelisanku kutemukan, yang membuatku harus menyusun sebuah perposal untuk bergerak kerumah sakit dan mencari ruangan tempat dimana sahabat ku itu dibaringkan.
Hati kosong pikiranku tak bekerja dengan baik, jantungku seakan tak mampu melaksanakan tugasnya untuk mengalirkan darah kesetiap sudut bilik tubuhku ini. Ketika kujumpai sekujur tubuh mungilmu yang berbaring kaku dipembaringan itu, kudekati pembaringanmu, kutatap wajahmu, tak kujumpai senyum itu, tak ada kegirangan, tak ada canda tawu, hanya kebisuan yang ada saat itu, kucoba gengam tanganmu, berharap ada keajaiban saat itu
Apa yang menimpahmu, kucoba bersua pada sosok tubuh yang terbaring didepanku ini, dan berharap ada balasannya, namun sayangnya tak ada balasa atas sua ku itu, sua ku seakan mati dibunuh keheningan saat itu. Tuhan… sua ku selanjutnya ketika aku sadar bahwa kehenigan masih menjadi pemenang.
Kutingalakan kamar itu dan berlari sekuat tenaga menuju ke katedral, tempat dimana aku bersamamu biasanya berdoa sebelum pulang kerumah,ketika aku tahu bahwa hanya satu alternative kesembuhan untukmu saat itu. kaki ku tak kuat lagi untuk melangkah ketika aku tiba didepan katedral itu, kukumpulkan kemampuan ku, berlangkah masuk kedalam katedral itu, berlutut dihadapaNya dan mulai berdoa untukmu. Tuhan jangan biarkan dia berlalu dariku. Doa singkat ku dan selanjutnya air mata yang melanjut menerjemahkan doa hatiku.
Beberapa hari setelah operasi………….
Bunga terjaga dipagi itu, mencoba bergerak kedepan jendela kaca, menabrak cahaya fajar yang menyelinap masuk kedalam kamar itu, hari itu, adalah hari pertama bunga terjaga dari tidurnya yang cukup panjang. Dirasakan kembali udara pagi yang menabrak kulitnya, membuang pandang ke jalan yang sudah dipenuhi,civitas manusia dengan balutan putih abu-abu, berharap ada Mawar disana. sahabat akrabnya. Rambutnya yang panjang tak diikat seakan dibiarkan untuk dipermaikan angin basah dipagi itu. senyuman lama yang pernah mati kini hidup kembali dibibrnya Bunga,
Namun dirasakan ada yang kurang lengkap dari senyum itu, senyuman mawar yang dituntunya untuk melengkapai senyuman itu, dimana Mawar? Hatinya merindukan sahabatnya itu, Bunga meraih ponselnya, dan menghubungi nomor sahabatnya itu,
Sms singkat ku kirimkan untuk mawar. Yang isinya tak lain adalah menyuruhnya agar ia datang menemaniku, namun pesan ku tertundah lalu kucoba untuk menelphonenya, namun sial
Bukan suara mawar yang kudengar melainkan suara sumbang yang datang dan memerintahku untuk mengcek kembali nomor yang kutuju, ku coba untuk mengikuti perintah itu, mungkin aku salah, atau ganguan sinyal, atau pemilik suara sumbang itu yang salah, kucoba lagi untuk menghubungi mawar, lagi-lagi suara sumbang itu yang datang, kulihat indeks sinyal yang ada di layar handphone ku tak ada ganguan, kucoba lewat telephone rumahku pun sama. Nomornya tak dapat dihubungi, aneh bin ajaib. Ada apa ini, dimana Mawar? Pertayaanku bersama kerlingan kegelisahan hati, tak seperti biasanya ia tak mengabariku kalau nomor handphonenya diganti, kupejamkan mata di senja itu, berharap ada sesuatu tetang bunga di handphone ku, ketika aku hampir terbawa kealam mimpiku, pintu kamarku diketuk oleh mamaku,
Mawar ada surat buat mu dari Bunga,kata mama kepadaku ketika pintu kamar kubuka
Firasat yang tak biasa datang kini datang dan begitu kuat mengikat hatiku , panorama senja berubah seketika, membuatku takut membaca surat itu, ada apa ini, ada apa dengan bunga? Pikirku. Sebelum kulemparka pandanganku,ke surat bisu yang memuat sua Bunga untukku.
Bunga sahabatku,,,,,,,,,,
Selamat bunga, kau sudah menang atas penderitaan mu yang kau alami, dan aku tahu betapa bahagianya hatimu, aku turut berbahagia bersamamu bunga, kerena kebahagiaan mu adalah kebahgiaan ku juga, kita adalah sahabat.
Hari itu aku sangat menyesal karena tak dapat kegedung tua itu bersama dengan mu seperti yang biasa kita lakukan. Hari itu ada ujian aku terlambat karena cemas aku langsung mengerjkan soal yang sudah ada dimeja ku, aku panik sampai-sampai akupun tak sadar kalau bangkumu juga belum berpenghuni, penghuni yang adalah dirimu yang belum menghuni bangku itu membuat rasa cemas dan panik datang dan menghuni seluruh pikiranku,dan hati ku,, ku terus bertanya dan terus bertanya sembari melangkahkan kakiku menuju katedral yang menjadi tempat persingahan kita, sebelum pulang kerumah, sakitnya aku melangkah tanpa lagkah kaki mu, terus ku berpikir dan terus ku berpikir,, dimana ragamu dimana kegiranganmu,dimana senyum mu hari itu,senyum yang biasanya melengkapi senyumku.
Tanyaku mendapatkan jawaban ketika seoran teman memberitahukanku dimana keberadaanmu saat ini sampai membuat bangku dan diriku sepi hari inu. Panik ku, nyatalah sudah. Ku urung niatku kekatedral kita dan memutuskan untuk berlari menuju keruangan dimana kau dibaringkan dirumah sakit itu, kutemui dirimu berbaring kaku diatas pembaringan itu, hatiku sakit, tak kujumpai senyum itu diwajahnya, lebih sakitnya lagi ketika ku tahu kau harus mendapatkan hati untuk mengantikan hati mu yang hampir sudah tak berfungsi sebelum esok pagi datang, sakit sekali rasanya, duniaku gelap seketika
Kuberlari lagi kekatedral tanpa mu. Kuberdoa pada tuhan,agar tuhan takmengambil dirimu dari padaku. Setelah itu aku langsung kembali ketempatmu dan dengan senyum kukecup keningmu, kukatakan dikupingmu,,
Kunanti dirimu digerbang surga, sepeti saat kunanti dirimu didepan katedral itu. ku ingin suatu saat nanti kau datang dan membawakan aku sebingkis senyummu, yang tak sempat kulihat saat ini, dari sekarang aku akan merinduhkan senyummu.
Waktu itu bangkumu tak berpenghuni, namun kini kau akan jumpai bangku-kulah yang tak berpenghuni, ragaku tak akan lagi bersama ragamu,menemaimu disaat pergi maupun pulang dari gedung tua itu atau pun kekatedral namun hatiku sudah ada bersama denganmu untuk hari ini dan selanjutnya.sedetikpun aku tak akan bergerak dan meninggalkanmu.ditidur dan bangunmu aku selalu ada
Ku iklaskan hatiku untuk untuk hidupmu,, setangkai mawar kehidupan kuberikan untuk mu bunga.
Bagiku hidup adalah bingkisan senyum di bibirmu, mati demi ikatan persahabatan kita adalah hal terindah yang akan kugoreskan pada buku harianku dikeabadian, ijinkan aku mengantikan mu, menyalakan lilin didepanNya, sebagai akhir sebuah pelayaran dengan sampan kita.
Sahabatmu Mawar
Teriakan bunga memecah senja itu,, surat itu terjatuh seiring jatuhnya airmata bunga.Terimakasih untuk mawar itu,,, guman bunga sembari berlari menuju makamnya mawar